BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Pembentukan Akhlak
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikan pula ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama islam.
Namun sebelum itu masih ada masalah yang perlu kita dudukkan dengan seksama, yaitu apakah akhlak itu dapat dibentuk atau tidak? jika dapat dibentuk apa alasannya dan bagaimana caranya? Dan jika tidak, apa pula alasannya dan bagaimana selanjutnya!
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecendrungan kepada kebaikan atau fithrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya meninggikan dirinya, demikian sebaliknya.
Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaandan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Kelompok yang mendukung pendapat yang kedua ini umumnya datang dari Ulama-ulama Islam yang cendrung pada akhlak. Ibnu Maskawaih, Ibn Sina, al-Ghazali dan lain0lain termasuk kepada kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha (muktasabah). Imam al-Ghazali misalnya mengatakan sebagai berikut :
لَوْكَانَتِ اْلَاخْلَاقُ لاَ تَقْبَلُ التَّغَيُّرُ لَبَطَلَتِ الوَصَايَا وَالمَوَاعِظَ وَالتَأْدِيْبَاتُ وَلِمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حَسِّنُوْا اَخْلَاقَكُمْ
Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinyahadits nabi yang mengatakan “ perbaikilah akhlak kamu sekalian “.
Pada kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan akhalak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapak, saying kepada sesame makhluk Tuhan dan seterusnya. Keadaan sebaliknya juga menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan tanpa bimbingan, arahan, dan pendidikan, ternyata menjdi anak-anak yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina.
Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat dimana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan dibidang iptek. Peristiwa yang baik atau yang buruk dengan mudah dapat dilihat melalui pesawat televise, internet dan lain-lain. Demikian pula produk obat-obat terlarang, minuman keras, dan pola hidup materialistic dan hedonistic semakin menggejala. Semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.
Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.
B. Metode Pembinaan Akhlak
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu haditsnya beliau menegaskan innama buitstu li utammima makarim al-akhlaq (H.R Ahmad) (Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia).
Perhatian islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akanlahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin.
Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali terhadap rukun islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak. Rukun islam yang pertama adalah mengucapakan dua kalimah syahadat, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik.
Selanjutnya rukun islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. (Q.S. Al-Ankabut :45) dalam hadits qudsi dijelaskan pula sebagai berikut :
اِنَّمَا اَتَقَبَّلَ الصَّلَاةُ مِمَّنْ تَوَاضَعَ بِهَا لِعَظَمَتِيْ وَلَمْ يَسْتَطِلْ عَلَى خَلْقِيْ وَلَمْ يَبِتْ مُصِرَّا عَلَى مَعْصِيَتِيْ وَقَطَعَ النَّهَارَ فِيْ ذِكْرِيْ وَرَحِمَ المِسْكْيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَالْاَرْمِلَةِ وَرَحِمَ المُصَابَ {رواه البزّر}
Artinya : Bahwasanya aku menerima shalat hanya dari orang yang bertawadlu dengan shalatnya kepada keagungan-Ku yang tidak terus-menerus berdosa, menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk dzikit kepada-Ku, kasih saying kepada fakir miskin, ibn sabil, janda serta mengasihi orang yang mendapat musibah. (H.R. al-Bazzar)
Pada hadits tersebut shalat diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang mulia, yaitu bersikap tawadlu, mengagungkan Allah, berdzikir, membantu fakir miskin, ibn sabil, janda dan orang yang mendapat musibah.
Selanjutnya dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan seterusnya. Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa hakikat zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.
Begitu juga islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam yang keempat, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang. Dalam hal ini Nabi mengingatkan :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلِه حَاجَةٌ فِيْ اَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ {رواه البخاري}
Artinya : Siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata dusta, dan perbuatan yang palsu, maka Allah tidak membutuhkan daripadanya, puasa meninggalkan makan dan minumnya.(H.R. Bukhari)
Selanjutnya rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun Islam yang lainnya. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji ibadah dalam Islam bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu disamping menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta rela meninggalkan tanah air, harta kekayaan dan lainnya. Hubungan ibadah haji dengan pembinaan akhlak ini dapat dipahami dari ayat yang berbunyi :
kptø:# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4 `yJsù uÚtsù ÆÎgŠÏù ¢kptø:$# Ÿxsù y]sùu‘ Ÿwur šXqÝ¡èù Ÿwur tA#y‰Å_ ’Îû Ædkysø9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9Žöyz çmôJn=÷ètƒ ª!$# 3 (#rߊ¨rt“s?ur cÎ*sù uŽöyz ÏŠ#¨“9$# 3“uqø)G9$# 4 Èbqà)¨?$#ur ’Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# {البقرة : ١٩٧}
Artinya : (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh berkata kotor (jorok), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah : 197)
Berdasarkan analisis yang didukung dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits tersebut diatas, kita dapat mengatakan bahwa islam sangat member perhatian yang besar terhadap pembinaan akhlak, termasuk cara-caranya. Hubungan antara rukun iman dan rukun islam terhadap pembinaan akhlak menunjukkan bahwa pembinaan akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau system yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak.
Dalam tahap-tahap tertentu, pembinaan akhlak, khususnya akhlak lahiriah dapat pula dilakukan dengan cara paksaan yang lama-kelamaan tidak lagi terasa terpaksa. Seseorang yang ingin menulis dan mengatakan kata-kata yang bagus misalnya, pada mulanya ia harus memeksakan tangan dan mulutnya menuliskan atau mengatakan kata-kata dan huruf yang bagus. Apabila pembinaan ini sudah berlangsung lama, maka paksaan tersebut sudah tidak terasa lagi sebagai paksaan.
Pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan dengan memperhatika factor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut hasil penelitian para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Pada usia kanak-kanak misalnya lebih menyukai pada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Untuk itu ajaran akhlak dapat disajikan dalam bentuk permainan. Hal ini pernah dilakukan oleh para ulama dimasa lalu, mereka menyajikan ajaran akhlak lewat syair yang berisi sifat-sifat Allah dan rasul, anjuran beribadah, akhlak mulia dan lainnya.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Untuk menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat popular. Pertama aliran Nativisme. Kedua, aliran Empirisme, dan ketiga aliran konvergensi.
Menurut aliran Nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecendrungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.
Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, da hal ini kelihatannyaerat kaitannya dengan pendapat aliran intuisisme dalam hal penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan diatas. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.
Selanjutnya menurut aliran Empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan social, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran.
Dalam pada itu aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan sianak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social.
Aliran yang ketiga, yakni aliran konvergensi itun tampak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadits dibawah ini :
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«ø‹x© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noy‰Ï«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? { النحل : ٧٨}
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.( Q.S. al-Nahl : 78)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan luqmanul Hakim kepada anaknya sebagai terlihat pada ayat yang berbunyi :
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã $uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒy‰Ï9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çm•Bé& $·Z÷dur 4’n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur ’Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# ’Í< y7÷ƒy‰Ï9ºuqÎ9ur ¥’n<Î) çŽÅÁyJø9$# {لقمان : ١۳-١٤{
Artinya : Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.(QS. Luqman : 13-14)
Ayat tersebut selain menggambarkan tentang pelaksanaan pendidikan yang dilakukan Luqmanul Hakim, juga berisi materi pelajaran, dan yang utama diantaranya adalah pendidikan tauhid atau keimanan, karena keimananlah yang menjadi salah satu dasar yang kokoh bagi pembentukan akhlak.
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa sianak sejak lahir, dan factor dari luar yang dalm ini adalh kedua orang tua dirumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh serta pemimpin dimasyarakat. Melelui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif ( pengetahuan), efektif (penghayatan), psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak. Dan inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah manusia seutuhnya.
D. Beberapa Faktor Penting Dalam Etika
1. Manusia
Manusia selaku makhluk yang istimewa dengan kelainan-kelainannya dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, memiliki kelebihan-kelebuhan dan juga kekurangan-kekurangan tertentu. Bukan hanya berbada dengan makhluq lainnya, tetapi juga antara manusia itu sendiri mempunyai perbedaan, baik fisik maupun mental. Yang membedakan manusia dengan makhluk lain terutama terletak pada akal budinya, dapat tertawa, mempunyai bahasa, dan kebudayaan, memiliki kekuasaan untuk menundukkan binatang, bertanggung jawab dan berilmu pengetahuan.
2. Insting (Naluri)
Setiap kelakuan manusia lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (instink). Naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi merupakan suatu pembawaan asli. Dalam bahasa Arab disebut “garizah” atau “fithrah” dan dalam bahasa inggris disebut instinct.
Dalam hubungan ini, ahli-ahli psikologi menerangkan pelbagai naluri (instink) yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, diantaranya :
a. Naluri makan (nutritive instinct) : bahwa begitu manusia lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya begitu bayi lahir, begitu mencari tetek ibunya pada waktu itu juga dapat mengisap air susu tanpa diajari lagi.
b. Naluri berjodoh (seksual instinct) : laki-laki menginginkan wanita dan wanita ingin berjodoh dengan laki-laki. Dalam Al-Qur’an diterangkan :
z`Îiƒã— Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$#
{ال عمران : ١٤{
Artinya : manusia itu diberi hasrat atau keinginan, misalnya kepada wanita, anak-anak dan kekayaan yang melimpah-limpah (Q.S. Ali-Imran : 14)
c. Naluri Keibu bapakan (paternal instinct) tabiat kecintaan orang tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya. Jika seorang ibu tahan menderita dalam mengasuh bayinya, kelakuannya itu didorong oleh naluri tersebut.
d. Naluri Berjuang (combative instinct). Tabiat manusia untuk mempertahnkan diri dari gangguan dan tantangan. Jika seseorang diserang musuhnya, maka dia akan membela diri.
e. Naluri Ber-Tuhan : Tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya yang mengatur dan memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam hidup beragama.
3. Adat/Kebiasaan
Adat/Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Abu Bakar Zikir berpendapat: perbutan manusia, apabila dikerjakan secara berulang-ulang sehingga mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan. Sebagai contoh :
a. Merokok adalah suatu kelakuan yang pada waktu pertama dilakukan tidaklah merupakan suatu kesenangan, malahan kadang-kadang menimbulkan pusing. Karena perbuatan tersebut diulang dan terus diulang akhirnya menjadilah kebiasaan yang menyenangkan.
b. Bangun tengah malam mengerjakan shalat tahajjud, berat bagi orang yang tidak biasa. Tetapi jika hal it uterus diulangi akhirnya akan menjadi mudah dan terus menjadi kebiasaan yang menyenangkan.
4. Wirotsah (keturunan)
Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat orang tuanya. Manusia mendapatkan warisan fisik dan mental, mulai dari sifat-sifat umum sampai kepada sifat-sifat khusus yang dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Manusia yang berasal dari satu keturunan dimana-mana membawa dari pokok-pokoknya beberapa sifat dan pembawaan yang bersamaan, misalnya bentuk badan, perasaan, akal, dan pemikiran.
b. Dari sifat-sifat manusia yang umum menurunkan sifat-sifat khas kemanusiaan kepada keturunannya, maka kita dapati pula adanya rumpun, bangsa dan suku sebagai cabang dan ranting dari asal manusia tadi.
5. Lingkungan
Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan (milieu). Milieu adalah suatu yang melingkungi suatau yang hidup, misalnya tumbuh-tumbuhan, keadaan tanah, udara dan lingkungan pergaulan manusia.
Dalam hubungan ini lingkungan dibagi kepada dua bagian :
a. Lingkungan alam yang bersifat kebendaan
b. Lingkungan pergaulan yang bersifat rohaniah
a. Lingkungan Alam
Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan alam mematahkan atau mematangkan pertumbuhn bakat yang dibawa oleh seseorang. Jika kondisi alamnya jelek, maka hal itu merupakan perintang dalam mematangkan bakat seseorang, sehingga hanya mampu berbuat menurut kondisi yang ada. Sebaliknya jika kondisi alam itu baik, maka kemungkinan seseorang akan dapat berbuat lebih mudah dalam menyalurkan persediaan yang dibawanya lahir dan turut menentukan.
Orang yang tinggal digunung-gunung dan dihutan-hutan, akan hidup sebagai pemburu atau petani yang berpindah-pindah, sedang tingkat kehidupan ekonomi dan kebudayaannya terbelakan, dibandingkan dengan mereka yang hidup dikota-kota.
b. Lingkungan pergaulan
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena itu, dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam fikiran, sifat, dan tingkah laku. Contohnya Akhlak orang tua dirumah dapat pula mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga akhlak anak sekolah dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang diberikan oleh guru-guru disekolah.
E. Manfaat Akhlak Yang Mulia
Akhlak yang mulia ini kemudian ditekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwea akhlak pertama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan.
Al-Qur’an dan al-Hadits banyak sekali memberikan informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Allah berfirman :
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍ‹ósãZn=sù Zo4qu‹ym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌ“ôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ {النحل : ٩٧{
Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan. ( QS. al-Nahl : 97)
Ayat diatas dengan jelas menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak yang mulia, yang dalam beriman tak beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya kedalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah keberuntungan hidup didunia dan diakhirat. Menurut M. Quraish Shihab, janji-janji Allah yang demikian itu pasti akan terjadi, karena ia merupakan sunnatullah sama kedudukannya dengan sunnatullah yang bersifat alamiah, asalkan hal tersebut ditempuh dengan cara-cara yang tepat dan benar.
Selanjutnya di dalam hadits juga banyak dijumpai keterangan tentang datangnya keberuntungan dari akhlak. Keberuntungan tersebut diantaranya adalah:
1. Memperkuat dan Menyempurnakan Agama
Nabi bersabda :
اِنَّ اللهَ تَعَالٰى اِخْتَارَ لَكُمْ الِاسْلاَمَ دِيْنًا فَاكْرِمُوْهُ بِحُسْنِ الخُلُقِ وَالسَّخَاءِ فَاِنَّهُ لاَ يَكْمِلُ اِلَّاَ بِهِمَا
Allah telah memilihkan agama Islam untuk kamu, hormatilahagama dengan akhlak dan sikap dermawan, karena islam itu tidak akan sempurna kecuali dengan akhlak dan sikap dermawan itu.
حُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ وَيَزِيْدَانِ فِي الْاَعْمَارِ
Berakhlak yang baik dan berhubungan dengan tetangga yang baik, akan membawa keberuntungan dan kemakmuran.
2. Mempermudah perhitungan amal di akhirat
Nabi bersabda :
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ حَاسَبَهُ اللهُ حِسَابًا يَسِيْرًا وَاَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ تُعْطِيْ مَنْ حَرَمَكَ وَتَعْفُوْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ وَتَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ { رواه الحاكم }
Ada tiga perkara yang membawa kemudahan hisab (perhitungan amal di akhirat) dan akan dimasukkan ke surga, yaitu engkau member sesuatu kepada orang yang tak pernah memberi apapun kepadamu (kikir), engkau memaafkan orang yang pernah menganiayamu, dan engkau menymbung tali silaturahmi kepada orang yang tak pernah kenal padamu. (H.R. Al-Hakim).
3. Menghilangkan kesulitan
Nabi Bersabda :
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمَ القِيَامَةِ {رواه المسلم}
Barangsiapa yang melepaskan kesulitan orang mu;min dari kehidupannya di dunia ini, maka Allah akan melepaskan kesulitan tersebut pada hari kiamat. (H.R. Muslim).
4. Selamat hidup di dunia dan di akhirat
Nabi bersabda :
ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللهِ تَعَالَى فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ وَالْعَدْلُ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ وَالْقَصْدُ فِي الفَقْرِ وَالْغِنَى {رواه ابوا الشيخ}
Ada tiga perkara yang menyelamatkan manusia, yaitu takut kepada Allah di tempat yang tersembunyi maupun di tempat yang terang, berlaku adil pada waktu rela maupun pada waktu marah, dan hidup sederhana pada waktu miskin, maupun waktu kaya. (H.R. Abu Syaikh).
Banyak bukti yang dapat dikemukakan yang dijumpai dalam kenyataan social bahwa orang yang berakhlak mulia semakin beruntung. Orang yang baik akhlaknya pasti disukai oleh masyarakatnya, kesulitan dan penderitaannya akan dibantu untuk dipcahkan, walaupun ia tidak mengharapkannya. Peluang, kepercayaan, kesempatandatang silih berganti kepadanya.
Sebaliknya jika akhlak yang mulia itu telah sirna, dan berganti dengan akhlak yang tercela, maka kehancuran pun akan segera datang menghadangnya.
Penyair Syauki Bey pernah mengatakan,
اِنَّمَا الْاُمَمُ الْاَخْلَاقُ مَا بَقِيَتْ وَاِنْ هُمُوْا ذَهَبَتْ اَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُوْا
Selama umat itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika akhlaknya sirna, maka bangsa itu pun akan binasa.
2 komentar:
rujukan referensinya tidak jelas. tolong dicantumkan. terima kasih...
Lasem , pembentukan aqlak , karakter , atau apa saja yg bersiifat tetap haruslah melalui proses :
1.mengaji supaya mengerti .
2.mengamalkan supaya merasakan .
3. Istiqomah supaya memiliki, yi memiliki sifat sifat yg tetap yg disebut aqlak atau charakter.
Posting Komentar