UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1985
TENTANG
BEA METERAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
NOMOR 13 TAHUN 1985
TENTANG
BEA METERAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang | : | a. | bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan segenap warganya untuk berperan menghimpun dana pembiayaan yang memadai, terutama harus bersumber dari kemampuan dalam negeri, hal mana merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Nasional; | ||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | bahwa Bea Meterai yang selama ini dipungut berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) tidak sesuai lagi dengan keperluan dan perkembangan keadaan di Indonesia; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu diadakan pengaturan kembali tentang Bea Meterai yang lebih bersifat sederhana dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. | bahwa untuk mencapai maksud tersebut di atas, perlu dikeluarkan undang-undang baru mengenai Bea Meterai yang menggantikan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Mengingat | : | 1. | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; | ||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dengan mencabut Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) (Staatsblad Tahun 1921 Nomor 498) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 121), yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38). | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menetapkan | : | UNDANG-UNDANG TENTANG BEA METERAI. | |||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) | Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB II OBYEK, TARIF, DAN YANG TERHUTANG BEA METERAI Pasal 2 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) | Dikenakan Bea Materai atas dokumen yang berbentuk :
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah). | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp 1.000,- (seribu rupiah) atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan :
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 500,- (lima ratus rupiah), dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) tidak terhutang Bea Meterai. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 3 Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas dokumen-dokumen sebagimana dimaksud dalam Pasal 2. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 4 Tidak dikenakan Bea Meterai atas :
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 5 Saat terhutang Bea Meterai ditentukan dalam hal : | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 6 Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB III BENDA, METERAI, PENGGUNAAN, DAN CARA PELUNASANNYA Pasal 7 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) | Bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula pencetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara :
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tandatangan akan dibubuhkan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Pembubuhan tandatangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tandatangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tandatangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (8) tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 8 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) | Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilunasi Bea meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian-kemudian. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 9 Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi Bea Meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian-kemudian. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 10 Pemeteraian-kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB IV KETENTUAN KHUSUS Pasal 11 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) | Pejabat Pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan :
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 12 Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terhutang menurut Undang-undang ini daluwarsa setelah lampau waktu lima tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 13 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana :
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 14 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) | Barangsiapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) | Atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterai-nya yang dibuat sebelum Undang-undang ini berlaku, Bea Meterainya tetap terhutang berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921). | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur Menteri Keuangan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 16 Selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1988. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Pelaksanaan Undang-undang ini selanjutnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 18 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO |
0 komentar:
Posting Komentar